VIDEO EDUKASI
ARTIKEL EDUKASI (KLIK PADA JUDUL UNTUK MEMBACA)
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia, dengan 90-95% kasus didominasi oleh hipertensi esensial. Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 dan studi kohor penyakit tidak menular (PTM) 2011-2021, hipertensi merupakan faktor risiko tertinggi penyebab kematian keempat dengan persentase 10,2%.
Data SKI 2023 menunjukkan bahwa 59,1% penyebab disabilitas (melihat, mendengar, berjalan) pada penduduk berusia 15 tahun ke atas adalah penyakit yang didapat, di mana 53,5% penyakit tersebut adalah PTM, terutama hipertensi (22,2%).
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Dr. Eva Susanti, dalam temu media yang dilaksanakan di Hotel Mercure Jakarta Selatan, menyampaikan bahwa perilaku masyarakat yang dapat meningkatkan faktor risiko hipertensi adalah merokok, aktivitas fisik kurang, kurangnya makan sayur dan buah, serta mengonsumsi makanan asin.
“Proporsi penderita hipertensi umur 18-59 tahun yang melakukan aktivitas fisik kurang 1,9 kali lebih tinggi dibandingkan penderita hipertensi yang melakukan aktivitas fisik cukup,” Kata Direktur P2PTM Dr. Eva Susanti.
Direktur Eva melanjutkan, proporsi penderita hipertensi umur 18-59 tahun dengan obesitas sentral atau yakni kondisi kelebihan lemak pada perut 3,4 kali lebih tinggi dibandingkan penderita hipertensi yang tidak obesitas sentral. Sementara itu, proporsi penderita hipertensi umur di atas 60 tahun dengan obesitas sentral sama dengan penderita hipertensi yang tidak obesitas sentral.
Dr. Eva menyampaikan, hipertensi dapat diturunkan dengan perilaku hidup sehat dengan ‘PATUH’, yakni Periksa kesehatan secara rutin dan ikut anjuran dokter, Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur, Tetap diet dengan gizi seimbang, Upayakan aktivitas fisik dengan aman, Hindari asap rokok, alkohol, dan zat karsinogenik lainnya.
Presiden Indonesian Society of hypertension (InaSH, 2019-2021) Dr. Tunggul D. Situmorang, yang juga merupakan narasumber pada temu dia tersebut, menyampaikan bahwa ada beberapa faktor penyebab hipertensi, di antaranya stress, usia, keturunan, garam, dan obesitas.
Dr. Tunggul juga mengatakan, hipertensi atau darah tinggi dapat menyebabkan komplikasi penyakit stroke, kebutaan penyakit gagal jantung dan juga gagal ginjal. Namun, darah tinggi atau hipertensi dapat diturunkan dengan berolahraga secara teratur, mengatur pola makan yang sehat, mengurangi konsumsi garam, konsumsi obat, dan menghindari stres.
“Ada begitu banyak pilihan-pilihan obat, begitu banyaknya obat-obatan, sehingga harus sudah tahu persis bagaimana mekanisme kerjanya, dipakai untuk siapa, dan harus digunakan dengan cara yang baik dan benar,” kata Dr. Tunggul.
Dr. Tunggul menyampaikan, untuk menurunkan hipertensi dan mencegah penyakit tidak menular lainnya, terapkan perilaku ‘CERDIK’, yakni Cek kesehatan secara rutin, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet Seimbang, Istirahat cukup, Kelola stress.
Peran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam pengendalian hipertensi adalah berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang faktor risiko hipertensi. Selain itu, Kemenkes juga menyosialisasikan pentingnya gaya hidup sehat, deteksi dini, penyediaan layanan kesehatan yang berkualitas bagi masyarakat, termasuk layanan diagnosis dan tata laksana/protokol serta pengobatan penyakit hipertensi agar hiperetensi terkendali.
Kemenkes juga berfokus pada pengembangan SDM, melakukan integrasi terhadap semua sistem/aplikasi dalam SATU SEHAT, pemberdayaan masyarakat, serta dukungan terhadap riset-riset inovatif.
Sumber : kemkes.go.id
Hipertensi atau darah tinggi adalah kondisi ketika tekanan darah berada pada angka 130/80 mmHg atau lebih. Jika tidak segera ditangani, hipertensi bisa menyebabkan komplikasi serius, seperti gagal jantung, penyakit ginjal, hingga stroke.
Tekanan darah dinyatakan dalam dua nilai angka yang dipisahkan dengan garis miring atau yang biasanya disebut “per”. Angka di awal, yaitu di sebelah kiri garis miring menandakan tekanan sistolik. Ini adalah tekanan di dalam pembuluh darah ketika jantung berkontraksi untuk memompa darah keluar dari jantung.
Angka di akhir yang berada setelah garis miring menandakan tekanan diastolik, yaitu tekanan darah saat jantung berelaksasi dan menyedot atau menerima darah masuk kembali ke dalam jantung.
Pada kondisi normal, tekanan darah orang dewasa adalah 120/80 mmHg. Artinya, tekanan sistoliknya adalah 120 mmHg dan diastoliknya 80 mmHG.
Tekanan darah tinggi yang terjadi terus-menerus dapat membuat jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Kondisi ini lama-kelamaan bisa membuat jantung membesar, merusak pembuluh darah, dan membuat ginjal tidak bisa bekerja dengan baik.
Oleh karena itu, hipertensi perlu segera ditangani. Setelah tekanan darah kembali normal pun, perlu terus dilakukan pemantauan dan bahkan penggunaan obat rutin agar tekanan darah selalu terkontrol.
Penyebab hipertensi bisa bermacam-macam, bisa juga tidak diketahui. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi bisa dibedakan menjadi hipertensi primer dan sekunder.
Hipertensi primer adalah jenis darah tinggi yang penyebabnya tidak diketahui dengan pasti, dan biasanya berkembang perlahan dalam waktu bertahun-tahun. Hipertensi primer merupakan jenis darah tinggi yang paling sering ditemukan.
Sementara itu, hipertensi sekunder adalah jenis tekanan darah tinggi yang disebabkan oleh berbagai kondisi atau penyakit lain, dan bisa terjadi secara mendadak, termasuk pada anak-anak.
Kondisi atau penyakit yang bisa menyebabkan hipertensi sekunder antara lain:
Penyakit ginjal
Hipertiroidisme
Penyakit jantung bawaan
Kelainan bawaan pada pembuluh darah
Penyalahgunaan NAPZA
Penggunaan obat-obat tertentu, seperti dekongestan, pil KB, atau kortikosteroid
Sleep apnea
Hipertensi juga bisa dipicu oleh emosi. Contoh yang paling sering ditemukan adalah hipertensi jas putih atau white coat hypertension, yaitu hipertensi yang disebabkan oleh rasa takut atau cemas saat menjalani tes kesehatan. Hipertensi ini hanya terjadi saat pemeriksaan di klinik atau rumah sakit oleh dokter, perawat, atau tenaga kesehatan, dan akan kembali normal ketika pasien di rumah.
Beberapa faktor di bawah ini dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami tekanan darah tinggi:
Berusia di atas 65 tahun
Jarang berolahraga atau jarang melakukan aktivitas fisik
Sedang hamil
Memiliki keluarga yang juga menderita tekanan darah tinggi
Menderita obesitas, sleep apnea, diabetes, atau penyakit ginjal
Sering mengonsumsi makanan tinggi garam dalam jumlah banyak
Merokok
Sering minum alkohol
Tekanan darah tinggi dikenal dengan istilah the silent killer atau penyakit yang membunuh secara diam-diam. Hal ini karena sering kali hipertensi tidak menimbulkan gejala atau tidak disadari sampai tekanan darah sudah sangat tinggi atau hipertensi sudah menimbulkan komplikasi.
Kondisi ini mana tekanan darah sudah sangat tinggi disebut krisis hipertensi, yaitu ketika tekanan darah sudah mencapai 180/120 mmHg atau lebih.
Gejala yang dapat muncul ketika tekanan darah terlalu tinggi adalah:
Mual dan muntah
Sakit kepala
Mimisan
Nyeri dada
Gangguan penglihatan
Telinga berdenging
Gangguan irama jantung
Kencing berdarah
Seperti yang telah dijelaskan di atas, hipertensi sering kali tidak menimbulkan gejala dan tidak disadari sampai tekanan darah sudah terlalu tinggi atau sudah terjadi komplikasi.
Untuk menghindari hal tersebut, pemeriksaan tekanan darah sebaiknya dilakukan secara rutin setidaknya setiap 1 tahun sekali sejak usia 18 tahun, terutama pada orang yang memiliki risiko untuk terkena hipertensi.
Jika pada pemeriksaan didapatkan tekanan darah sistolik mencapai 130 mmHg ke atas, sebaiknya konsultasikan dengan dokter meski Anda tidak merasakan gejala apa pun.
Apabila tekanan darah sistolik sudah mencapai 180 mmHg ke atas atau tekanan diastolik sudah mencapai 120 mmHg ke atas, segera ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan.
Penanganan oleh tenaga medis di IGD perlu segera dilakukan jika muncul gejala-gejala krisis hipertensi berupa:
Sesak napas
Nyeri dada
Sulit berbicara
Sakit kepala parah
Mimisan
Mati rasa
Lemas
Gangguan penglihatan
Pertama-tama, dokter akan menanyakan gejala dan riwayat kesehatan pasien serta keluarganya. Dokter juga akan bertanya mengenai hal-hal terkait gaya hidup pasien, seperti kebiasaan merokok dan mengonsumsi minuman beralkohol.
Setelah itu, dokter akan memeriksa tanda-tanda vital, seperti denyut nadi, laju napas, dan tekanan darah. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan dengan menggunakan alat tensimeter atau sphygmomanometer.
Hasil pengukuran tekanan darah tersebut kemudian akan diklasifikasikan sebagai berikut:
Normal, bila tekanan darah di bawah 120/80 mmHg
Meningkat, untuk tekanan darah sistolik 120–129 mmHg tapi tekanan darah diastolik kurang dari 80 mmHg
Hipertensi tingkat 1, untuk tekanan darah sistolik 130ꟷ139 mmHg dan/atau diastolik 80–89 mmHg
Hipertensi tingkat 2, untuk tekanan darah sistolik >140 mmHg dan/atau tekanan diastolik >90 mmHg
Jika pasien sudah dipastikan menderita hipertensi, dokter akan mencari tahu penyebab tekanan darah tinggi dan mendeteksi kerusakan organ yang mungkin terjadi akibat kondisi ini. Beberapa pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan untuk memeriksa tekanan darah tinggi adalah:
Tes fungsi ginjal
Tes kadar kolesterol dan gula darah untuk memeriksa adanya faktor risiko hipertensi
Tes urine, untuk menilai fungsi ginjal serta kadar hormon kortisol
Elektrokardiogram, untuk mengetahui kondisi denyut jantung dari aktivitas listrik jantung
Ekokardiogram, untuk melihat kondisi katup jantung dan fungsi pompa jantung
USG ginjal, untuk melihat kondisi ginjal
CT scan ginjal, untuk mengetahui kondisi ginjal dan kelenjar adrenal secara lebih rinci
Pengobatan hipertensi akan disesuaikan dengan hasil pemeriksaan, penyebab hipertensi, dan kondisi kesehatan pasien. Pengobatan untuk darah tinggi ini terdiri dari perbaikan gaya hidup dan pemberian obat-obatan. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
Perbaikan gaya hidup
Perbaikan gaya hidup mencakup hal-hal yang perlu dilakukan pasien hipertensi dalam kehidupannya sehari-hari untuk menurunkan darah tinggi dan menjaga tekanan darahnya tetap normal.
Beberapa hal yang akan dianjurkan oleh dokter untuk penderita darah tinggi adalah:
Menurunkan berat badan bila mengalami kelebihan berat badan (overweight) atau obesitas, dan menjaga berat badan dalam batas ideal
Mengonsumsi makanan sehat, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran
Membatasi konsumsi gula, garam, dan lemak dalam makanan sehari-hari
Mengurangi konsumsi garam, atau membatasi asupan garam paling banyak 1 sendok teh per hari
Memperbanyak aktivitas fisik dan rutin berolahraga
Berhenti merokok dan menghindari asap rokok
Mengurangi konsumsi minuman berkafein
Melakukan terapi relaksasi untuk meredakan stres, seperti yoga atau meditasi
Selain melakukan perubahan gaya hidup, penderita hipertensi juga memerlukan obat untuk mengontrol tekanan darahnya. Obat antihipertensi ini umumnya perlu dikonsumsi seumur hidup dengan dosis yang secara berkala akan diturunkan atau dinaikkan sesuai kondisi pasien. Namun, perubahan dosis obat darah tinggi harus berdasarkan pertimbangan dokter.
Beberapa jenis obat hipertensi yang sering diresepkan dokter adalah:
ACE inhibitor, seperti captopril dan ramipril
Angiotensin-2 receptor blocker (ARB), seperti irbesartan, losartan, eprosartan, dan valsartan
Antagonis kalsium, seperti amlodipine dan nifedipine
Diuretik, seperti hydrochlorothiazide atau indapamide
Penghambat beta, seperti atenolol dan bisoprolol
Diuretik hemat kalium, seperti spironolactone
Penghambat renin, seperti aliskiren
Vasodilator, seperti minoxidil
Penghambat alfa, seperti reserpine
Perlu diingat bahwa konsumsi obat-obatan di atas harus di bawah pengawasan dokter. Jangan menambah atau mengurangi dosis tanpa persetujuan dokter.
Supaya hipertensi terkontrol dengan baik dan tidak menyebabkan komplikasi, lakukan kontrol secara rutin ke dokter agar efektivitas pengobatan bisa dipantau. Jika muncul efek samping, segera periksakan diri ke dokter.
Pengobatan hipertensi perlu dijalani seumur hidup, begitu pula kontrol dan pemeriksaan kesehatan secara berkala. Hal ini demi menjaga agar hipertensi tidak berkembang menjadi komplikasi.
Namun, perlu diketahui bahwa biaya pemeriksaan dan obat-obatan rutin tidaklah murah. Beberapa orang bahkan terpaksa berhenti terapi dan kontrol ke dokter akibat biaya ini. Padahal, menghentikan pengobatan hipertensi dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi yang justru akan membutuhkan biaya lebih banyak lagi.
Untuk menghindari penyakit yang lebih sulit ditangani, sebaiknya gunakan asuransi atau asuransi kesehatan karyawan yang menjamin biaya rawat jalan untuk kontrol secara rutin. Dengan begitu, hipertensi dapat terus dikendalikan serta dipantau dan komplikasi pun bisa dicegah.
Tekanan darah tinggi yang tidak tertangani dalam jangka panjang bisa menyebabkan berbagai komplikasi serius, seperti:
Gangguan penglihatan hingga kebutaan
Penyakit ginjal
Penyakit jantung
Gagal jantung
Stroke
Hipertensi atau tekanan darah tinggi bisa dicegah dengan menghindari faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit ini. Caranya antara lain adalah sebagai berikut:
Berolahraga secara rutin minimal 30 menit setiap hari
Menjaga berat badan agar tetap ideal
Beristirahat dan tidur yang cukup
Mengelola stres dengan baik
Mengonsumsi makanan rendah lemak dan kaya serat, seperti buah dan sayuran
Membatasi jumlah garam dalam makanan, tidak lebih dari 1 sendok teh per hari
Menghindari atau membatasi konsumsi minuman beralkohol
Membatasi konsumsi minuman berkafein
Berhenti merokok
Melakukan pemeriksaan kesehatan rutin dan skrining hipertensi secara berkala
Memeriksa tekanan darah secara rutin, baik dilakukan sendiri maupun oleh dokter, terlebih bila memiliki risiko untuk terkena hipertensi
Sumber : alodokter.com